Notification texts go here Contact Us Buy Now!

Pengorbanan itu Penderitaan


Pengorbanan adalah hal baik yang tidak selalu baik, kadang juga bukan yang terbaik.
Tentang sesorang yang berkorban menyakiti diri dan menderita selamanya demi cinta dan kesetiaan. Selamat membaca!

"Pengorbanan itu Penderitaan" ( Sacrifice is Sadness )


Jalanan lengang, 12.50 lewat tengah malam.

Aku sering berpikir menganiaya tubuhku akhir-akhir ini” katamu 5 detik yang lalu.

Kenapa? Ada apa? Kamu sudah membayangkan bagaimana rasanya?” sergapku. Dalam mobil kecepatan 80 km/jam.

Aku belum sepenuhnya tahu, yang aku tahu adalah bagaimana melakukannya..”

Oh sudah sejauh itu, bagaimana caranya kalau aku boleh tahu?”  aku menambah kecepatan menjadi 100 km/jam.

Pil” jawabmu singkat.

Pil apa?!”

Hydrocodone, itu nama generik vicodin; Penghilang rasa sakit, aku mendapatkannya dari teman yang mempunyai sakit tulang belakang. Dia hanya meminum sebagian dari 1 botol yang berisi 100 pil, perkiraanku sekali tenggakan akan berhasil menganiaya tubuhku

Bagaimana kalau over dosis?”

Tidak mungkin, aku sudah mencari tahu. Kalau satu tenggak  aku meminum sekitar 40 pil, kemungkinan aku menerima 350 miligram dengan jangkauan berat badan yang sudah aku perkirakan.. lumayan cukup membuatku berada di ambang kematian.”

Bodoh” kataku, lalu memelankan kecepatan. Lampu merah 32 detik  hitung mundur.

Sekarang kamu sarkatis!” ucapmu ketus. Mungkin ini percakapan kita terpanjang tanpa saling pandang.

Kamu yang pragmatis!” aku membalas. Lampu hijau 60 detik hitung mundur. Aku menginjak gas dalam. “Separah apa yang buat kamu seperti ini? Hidup itu keajaiban, anugerah yang tidak terbantahkan!

 “Hahaha, klasik.. Aku tidak suka di dikte soal kehidupan, life is bullshit as long as I know!”
Aku diam, volume radio 12.. tidak cukup menyaingi intonasi suaramu. “hhmm.. Oke, never mind.. kamu tahu untuk apa aku jemput kamu?” sesaat kamu diam.

Entah” kamu menaikan bahu  “aku orang yang paling tidak tahu apa isi kepalamu selain uang, kerja dan wanita

Itu manusiawi jiwa laki-laki” kataku singkat.

Iya, andai semua laki-laki di dunia ini menganut paham manusiawi sepertimuu…” kamu terhenti tidak melanjutkan..

Yaa.. maaf.. kita sudah sampai” aku memotong..

Oh akhirnya kita punya tujuan, aku pikir perjalanan kita tidak akan pernah ada tujuan..”

Dira, Aku selalu mengecilkan masalah kita yang besar, tolong besarkan keyakinan hati kita yang kecil” kataku.. memanggil namamu kamu tahu itu tanda kekesalanku.

Aku sudah memupuk dan membesarkannya jauh dari apa yang tidak kamu tahu. Kita adalah ribuan beda dengan satu rasa” katamu pelan. Mobil mati, kamu masih belum mau menatap aku. “Mungkin aku tahu akhirnya kita akan seperti apa, aku pun sudah mengira-ngira jauh sebelum aku bertemu kamu 750 hari yang lalu.”

Iyaaa.. tapi kenapa baru 2 hari yang lalu aku tahu dari sekitar 1000 lebih pertemuan kita?” nadaku tajam.

Aku takut! bercerita sama saja aku menyerahkanmu kepada waktu. Tinggal menunggu menit keberapa kamu meninggalkanku.” Aku mengerutkan kening, lalu turun dan menyandar di kap mobil, lampu mobil belum mati, sebatang rokok menyala. Sebenarnya bukan nikotin yang menarik dari rokok ini. Tapi isapan dan tarikan nafas dalam yang melegakan.
                                                                                                        *****
Dihadapanku adalah café tua pertama kalinya kita melempar jawaban yang sama ketika pelayan menawari kita menu yang berbeda. Kamu di meja sebelah dengan sahabatmu, sedangkan aku dengan pacarku saat itu. Aku tersenyum, kamu tidak. Tapi mata kita saling berpeluk satu sama lainnya. Café ini besar, di kaki bukit.. bangunan lama dengan lantai linoleum retak dan usang. Mungkin beranda di sekelilingnya juga perlu di cat ulang. Ah, penampilan café ini tidak sebagus sejarah kita.

Lalu bagaimana?” kamu keluar mobil berjalan lalu berdiri menciptakan siluet membelakangiku.

Apanya?” jawabku balik tanya.. berusaha skeptis.

Aku terlalu lemah untuk kehidupanmu, aku bukan apa-apa kecuali kematian” suaramu menjadi samar. Bukan angin yang menyamarkan, tapi kepahitan di batinmu yang mendalam. “Lihat aku sekarang” kamu membalikan badan, melihat aku hingga akhirnya kita saling bertatapan. “Apa aku di mata kamu sekarang?” pipi tirusmu mulai basah. Tangan kiriku menghapus dengan sendirinya. Jam 1.15 malam—sepi.

Aku masih aku yang selalu ada dimana kamu butuh aku, sekarang kamu yang lihat akuKekhawatiranmu yang menghancurkan pikiranmu sendiri. Aku bukan sedang mendongengimu kisah klasik tentang cinta dan perjuangan. Tapi aku masih percaya dengan mimpi kitaAku pejuangmu sekarang!!” Kamu diam, semakin tertunduk. Aku tidak bisa mendengar suara apa-apa kecuali tegukan tangismu yang pelan dan perih. Aku mengangkat dagumu. “Aku sayang kamu” kataku tanpa suara, seperti kebiasaanku. Kantung matamu menghitam. Kita berpelukan.

Aku adalah impianmu bukan kenyataanmu.” Suaramu terdengar tegas kali ini “Jadikan aku masa lalu, bukan masa depanmu. Semudah kamu menghapus banyak harapan perempuan yang tulus mencintaimu menjadi lembar cerita silammu.

Aku tidak perduli.. Aku mau kamu!” kataku menekan.

Kamu egois, sekarang lihat lagi aku” kamu melepas pelukan, melihatku tajam. Sangat tajam. “Kamu berhak atas kehidupan bahagiamu, denganku kamu hanya meratapi penderitaan. Hubungan kita tidak akan pernah lama!” Kamu memaksa, aku menggelengkan kepala.

Aku tetap tidak perduli” sahutku.

Lihat aku!!” kamu berteriak. “Lihaat!! laki-laki mana yang mau membangun impiannya dengan perempuan  penderita ODHA, HIV positif!!! Aku tidak punya apa-apa selain kematian!! Aku sayang kamu melebihi nyawaku sendiri.. meninggalkan aku adalah bentuk kamu menyayangiku.. bangun masa depan cerahmu tanpa aku bodoh!!” tangismu mengencang. Ada nyelekit di dadaku, dan rasa sakit menahan tangis di tenggorokanku. Karena sesuatu.. Bukan karena bentakanmu.

Aku penanti setia kematianmu” kataku lirih. “sebaliknya, meninggalkanmu adalah kematian untukkuAku tidak akan pernah mau menjadi manusia terakhir yang meninggalkanmu sebelum kamu meninggalkan duniamu. Keluargamu, temanmu, lingkunganmu adalah makhluk paling bodoh yang aku tahu.. sayangnya aku tidak sebodoh mereka yang pergi dan kamu sendiri menghadapi semua ini! Aku akan tetap di samping kamu, tetap menjadi satu-satunya makhluk yang paling kamu butuh” tangisku pecah, mataku terlalu kecil membendungnya. Kamu menghapus basah pipiku dengan tangan kecilmu, mata cekungmu nanar menatapku. Aku memelukmu erat, dan tulang-tulang badan kurusmu terasa di dadaku. “Dengar, jangan pernah menghitung seberapa lama kamu kuat tanpa aku. Tapi hitunglah, seberapa tabah aku menghadapimu. Kurang cukup untukmu?” kataku lagi, kamu diam, tidak ada jawaban hanya semakin erat saja kita berpelukan.

Kamu kenapa?!” darah menetes dari hidungku. Kemeja putih di pundakmu merah.

Entah mungkin hanya kelelahan” jawabku. Tiba-tiba brukkk.. aku jatuh, gelap.. terakhir yang kudengar adalah teriakanmu yang khas. Aku tidak bisa merasakan apapun selain dingin. Sangat dingin saat ini, mataku terbuka perlahan, ada cahaya lampu di depan mataku, selang infus di tangan kiriku, dan ada kamu tertidur sambil memegangi tangan kananku. Ah, aku di rumah sakit. Secepat itu kah. Tanyaku dalam hati. Kamu terbangun.. ini pukul 9.30 pagi.

Syukurlah kamu sadar.. kamu kenapa?!” pertanyaanmu tidak melebihi kekuatiran di rautmu. Itu adalah pertanyaan yang masih ingin aku tanyakan pada diriku sendiri. Lalu datang dua orang dari pintu sebelah barat. Seorang dokter dan suster. Kamu berdiri.

Randy kenapa? Bagaimana hasilnya?” katamu dengan sangat penasaran.

Kita sudah melakukan tes dan pengambilan sample darah untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium. Kita pun sudah menggunakan metode Elisa untuk memastikannya.. Dan hasilnya..” Dokter itu berhenti sambil menghela nafas panjang. Kamu mencengkram jemariku semakin kuat. “Mohon maaf, dengan berat hati kita harus menyampaikan bahwa Ia diindikasikan terjangkit virus HIV 

Ngga mungkin.. ini ngga mungkin!!” kamu mendekati dokter “Ini mustahil.. Bagaimana bisa?!” kamu membentak dokter dengan keras. “Satu kalipun aku tidak pernah berhubungan badan dengan Randy.. karena aku tahu aku apa! lalu bagaimana bisa dia terjangkit virus biadab itu?!” katamu lagi.. kamu menangis, kencang. Dokter menyeka dahinya dan mengusap kecil punggungmu.

Sekali lagi mohon maaf, terlepas dari itu semua kita pasti akan tangani secara intensif, juga dengan tes lanjutan konfirmasi menggunakan Western Blot (WB).” kata dokter sambil berlalu meninggalkan kami di ruangan dingin yang menjadi semakin dingin ini.

Maafin aku..” katamu dengan irama tangis yang mengeras. 

Kenapa harus meminta maaf?! Ini bukan salahmu.. aku menyambangi takdirku untukmu” kamu terdiam..

Maksudnya?”

Semua akan baik-baik saja” kataku, mencoba menenangkanmu. “kamu ingat, janji kita.. susah senang, pahit manis, tangis tawa, tua muda, apapun.. kita adalah kebersamaan. Mimpi kita terlalu besar jauh melebihi mimpiku sendiri. Mungkin juga jauh melebihi mimpi para pemimpi.”

Aku masih belum mengerti” katamu dengan getar cemas.

Kamu ingat, hampir setengah tahun yang lalu sebelum aku ke luar kota aku mengantarmu check up di rumah sakit?” kamu mengangguk “ada rasa penasaran besar dalam diriku, apa yang buat fisik dan psikis kamu berubah ratusan derajat. Akhirnya aku meminta orang dalam rumah sakit untuk mengambil sample darahmu. Sampai akhirnya aku tahu dan menelannya sendiri bulat-bulat, lalu….” aku terhenti, cukup lama.

Lalu apaa?!” bentakmu..

Lalu aku.. aku mentransfusikan darahmu ke dalam tubuhku.” Kataku terbata.
Plaaak!! kamu menamparku. Keras, sangat keras.. hingga mampu menggetarkan tiang selang infus.. tapi tidak lebih hebat dari kerasnya keyakinanku untuk tetap bisa bersamamu. Saat itu aku tahu aku pasti kehilanganmu dan kamu pasti akan meminta aku meninggalkanmu. Sekarang tidak lagi ada alasan untuk kita saling terpisah.

Tolol!!!! kamu manusia paling tolol yang pernah aku kenal….. ya Tuhaaaaann…..” kamu menjatuhkan dengkulmu ke lantai. Belum pernah aku melihatmu secemas ini. Kamu menyujud di lantai, melagukan tangisan kencang yang belum pernah aku dengar sebelumnya.

Dengan cara apalagi aku bisa meyakinkanmu? Pada akhirnya juga kita akan mati.. aku mencintaimu hidup dan mati Dira. Tenang.. Sekarang, mari kita lalui sakit ini bersama-sama dengan bahagia. Kali ini kamu tidak sendiri Dira..” Aku tersenyum menghiburmu. Kamu bangun susah payah, lalu duduk di sebelahku. Cukup lama aku melihat pertunjukan tangismu.

Maafin aku” katamu terisak “Ampuni aku.. ampuuun.. aku menjadikan penyakitku subjek utama agar kita tidak akan bisa bersama” kamu diam, lalu menatapku.. lebih dalam dari biasanya. “Yang sebenarnya adalah..” kamu diam lagi, melepas genggamanku kali ini. “Aku sudah menikah dengan Rio, dokter yang tadi memeriksamuDia dokter spesialis yang memanjangkan nyawaku.. karena dia.. hari ini, tepatnya saat ini kita masih bisa bertemu.. Aku pikir kamu pasti pergi meninggalkan aku sama seperti yang lainnya sewaktu kamu bekerja di luar kota, aku tidak tahu kalau kamu sudah tahu. Nafasku sesak, benar-benar sesak.. pandanganku buram seketika, entah aku masih sanggup mendengar penjelasanmu atau tidak. Aku memejam dan kamu tetap melanjutkan. “Hanya Rio yang satu-satunya tahu dan bisa menerima kondisiku. Dia yang support aku mati-matian, bahkan berani menikahiku. Kita memang berkomunikasi dengan baik Randy, tapi itu tidak cukup. Aku butuh raga nyata kamu ada di samping aku.” Aku lemas, mulutku kaku.. mungkin teriak tidak cukup mewakili hancurnya perasaanku.. atau mungkin aku tidak mampu. Bahasa bedebah apa yang melebihi kekecewaanku saat ini. Kamu menyudahi penjelasanmu dengan mencium tanganku. Rasanya masih sama, tanganku sangat hapal kecupanmu. Lalu kamu membalikan badan, pergi menjauhi pandanganku perlahan-lahan.. punggungmu terlihat jauh lebih kecil dari hampir 150 hari yang lalu kita terpisah di bandara.

“Maafin aku” katamu tanpa suara seperti yang biasa aku lakukan setiap kali kamu marah. Di ujung pintu kamu tersenyum dengan mata nanar lembut menatapku. Aku membalas senyummu sambil menahan sesak sakit di dadaku. Aku memejam.. Semoga kamu sudah pergi setelah air mata menumpahi pipiku. Inilah takdirku.. Entah manusia macam apa aku sekarang. Yang aku tahu, pengorbanan adalah kata lain dari penderitaan. Dan ada satu pertanyaan yang belum mampu aku tanyakan kepadamu. Bagaimana bisa kamu terinfeksi virus HIV?

Barangkali, takdir bukan hanya ketentuan yang sudah tuhan rencanakan, melainkan pilihan atas ketentuan terhadap apa yang telah kita lakukan. Dan pada akhirnya, tuhan menetapkan.
Yaa.. aku jadi tahu, keputusan adalah awal sebuah pertanyaan yang menjebak. Maka, aku akan terus hidup dan mencoba bijak untuk menemukan jawaban dalam ruang gelap kehidupan.

-   Syaputra Kamandanu    -

Cerpen ini bermula dari sebuah kalimat posting iseng di twitterku 2 hari lalu, yaitu " Jangan pernah menghitung seberapa lama kamu kuat tanpa aku. Tapi hitunglah, seberapa tabah aku menghadapimu."
lalu aku mengembangkannya menjadi rangkaian cerita di atas. Semoga tidak di bajak seperti yang udah-udah yah. hehe.. karena ini hanya cerita sebagian, bukan versi lengkap :D terima kasih sudah membaca, dan teruslah berkarya ^^  

About the Author

di blog

إرسال تعليق

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.